Minggu, 02 Juli 2017

08.31

PEDAGOGI & ANDRAGOGI

.    PEDAGOGI
Dasar teori-teori dan asumsi itulah kemudian tercetus istilah “pedagogi” yang akar-akarnya berasal dari bahasa Yunani, paid berarti kanak-kanak dan agogos berarti memimpin. Secara lebih tepatnya, pedagogi mewujudkan pendidikan yang berfokuskan guru.
Dalam suatu model pedagogi, guru memikul tanggungjawab untuk membuat keputusan tentang apa yang akan dipelajari, dan bagaimana ia akan dipelajari, dan kapan ia akan dipelajari. Guru mengarahkan pembelajaran.
Sebuah penejelasan bagi pendekatan yang berfokuskan guru kembali kita ke jaman Calvinist yang percaya pada kebijaksanaan adalah sesuatu yang jahat.Mereka mendampingi/mendukung para dewasa untuk mengarahkan, mengontrol, dan akhirnya pembelajaran anak-anak agar mereka tetap bodoh/lugu.
Teori lainnya mempertahankan bahwa sekolah-sekolah pada abad ke-7, di organisir untuk mempersiapkan anak muda untuk menjadi kependetaan. Ditemukan bahwa indoktrinasi merupakan cara yang paling ampuh untuk menanamkan suatu keyakinan/kepercayaan. Beberapa abad kemudian, sekolah yang diorganisisr tersebut menerapkan suatu pendekatan yang sama meskipun hasilnya menjadi sesuatu yang tidak membuat orang bodoh/lugu dan juga tidak membuat orang menyendiri/tertutup.
Jhon Dewey percaya bahwa sekolah formal telah jatuh dan kehilangan potensinya.Dewey menekankan pembelajaran melalui kegiatan yang bervariasi dari pada suatu pembelajaran di mana kurikulum diatur guru secara tradisonal.Ia percaya bahwa, anak-anak belajar lebih banyak dari pengalaman yang terpadu dari pada instruksi yang bersifat autoritarian. Ia yakin berasal dari suatu filsafat pendidikan yang berfokuskan pada pelajar. Ia memegang prinsif bahwa pembelajaran adalah hidup itu sendiri dan bukan hanya membuat persiapan terhadap pendidikan itu sendiri.
Pendidikan dewasa juga telah menjadi korban dari model yang dipusatkan pada guru. Pada tahun 1926, Asosiasi Pendidikan Dewasa Amerika mulai dan dengan cepat mengkaji cara yang lebih baik untuk mendidik orang dewasa. Yang dipengaruhi oleh Dewey, Edwar C. Linderman menulis dalam arti dari pendidikan dewasa.
Sistem akademik kita telah tumbuh dengan tatanan yang berlawanan arah.Subjek dan guru merupakan titik awal.Sedangkan pelajar menjadi sesuatu yang di nomor duakan. Di dalam pendidikan yang konvensional si pelajar dituntut untuk menyesuaikan dirinya kepada suatu kurikulum yang telah terbuat secara baku. Sangat banyak pembelajaran terdiri dari pergantian “vicarious” (seperti merasakan sendiri dari pengalaman orang lain) dari penglaman seseorang dan ilmu pengetahuan seseorang. Ilmu psikologi mengajarkan kita bahwa kita belajar apa yang kita lakukan …. Pengalaman adalah texs book pembelajaran yang paling hidup bagi pelajar.
Sayangnya, hanya beberapa dari teori Dewey dan Linderman dapat diterapkan dalam pembelajaran modern baik itu untuk anak-anak maupun dewasa.Satu abad setelah Dewey mengusulkan pendidikan yang berfokuskan pada siswa, hampir semua pendidikan formal juga masih berfokuskan pada guru.
Sebagai akibatnya, banyak pelajar meninggalkan sekolah dan kehilangan minat dalam pembelajaran.Bahkan seorang guru yang berniat baikpun dapat memadamkan insting pembelajaran yang bersifat alami dengan mengontrol lingkungan pembelajaran.Dengan orang dewasa, beberapa memandang pembelajaran sebagai suatu kegiatan yang melahkan dan membosankan.
Dalam usaha untuk memformulasikan suatu teori pemebelajaran dewasa yang komprehensif, Malcolm Knowels, tahun 1973, menerbitkan sebuah buku tentang “Siswa dewasa” : Suatu spesis yang terlantarkan. Membangun dari apa yang telah dilakukan Linderman, Knowels menegaskan bahwa orang dewasa membutuhkan kondisi-kondisi tertentu untuk melakukan pembelajaran. Ia meminjam instilah andragogi untuk mendefinisikan dan menjelaskan kondisi-kondisi tersebut.

Andragogi
Andragogi berasal dari bahasa Yunani kuno: "aner", dengan akar kata andr, yang berarti orang dewasa, dan agogus yang berarti membimbing atau membina.
Andragogi, pada mulanya diartikan sebagai : seni dan ilmu yang bertugas untuk membantu dewasa belajar. Istilah tersebut dewasa ini mendefinisikan suatu alternatif terhadap pedagogi dan mengacu kepada pendidikan yang berfokuskan pada siswa untuk semua umur.
Knowels sendiri mengaku bahwa 4 dari kunci asumsi andragogi terterapkan secara seimbang baik itu untuk anak-anak atau dewasa. Perbedaan yang mendasar yaitu anak-anak memiliki pengalaman yang lebih sedikit dari pada orang dewasa
Dalam jaman informasi ini, implikasi dari suatu gerakan dari yang berbasiskan guru menjadi yang berbasiskan siswa sesuatu hal yang mengagetkan. Penundaan atau menekan gejolak ini akan memperlambat kemampuan kita untuk belajar/mempelajari teknologi baru atau dalam mendapatkan ilmu pengetahuan yang kompetitif.
Bagaimana kita dapat mengharapkan menganalisa dan mensintesakan informasi seperti itu jika kita berpaling pada yang lainnya untuk menetapkan apa yang seharusnya dipelajari, dan bagaimana yang harus/akan dipelajari dan kapan yang akan dipelajari ?
Meskipun cucu-cucu kirta mungkin saja bebas dari biasnya pedagogi, namun sebagian besar dewasa hari ini tidak ditawarkan kemewahan seperti itu.Untuk sukses, kita harus meninggalkan atau melepaskan ketergantungan kita pada guru kita.
Kita harus melakukannya sendiri untuk memenuhi pembelajaran kita sendiri dan menuntut sipenyelenggara pelatihan melakukan hal yang serupa.Untuk mengetahui tuntutan kita, kita harus tahu bagaimana memproses informasi.
Pembelajaran orang dewasa menurut Knowles bahkan dapat bertolak dari pedagogi kepada andragogi. Tentang cara belajar orang dewasa, Knowles memiliki asumsi sebagai berikut:
A. Orang dewasa perlu dibina untuk mengalami perubahan dari kebergantungan kepada pengajar kepada kemandirian dalam belajar. Orang dewasa mampu mengarahkan dirinya mempelajari sesuai kebutuhannya.
B. Pengalaman orang dewasa dapat dijadikan sebagai sumber di dalam kegiatan belajar untuk memperkaya dirinya dan sesamanya.
C. Kesiapan belajar orang dewasa bertumbuh dan berkembang terkait dengan tugas, tanggung jawab dan masalah kehidupannya.
D. Orientasi belajar orang dewasa harus diarahkan dari berpusat pada bahan pengajaran kepada pemecahan-pemecahan masalah.


08.23

Pelajar yang tidak biasa

Disability adalah keterbatasan fungsi yang membatasi kemampuan sesorang. Handicap adalah kondisi yang dinisbahkan pada seseorang yang mederita ketidakmampuan. Kondisi ini boleh jadi disebabkan oleh masyarakat, lingkungan fisik, atau sikap orang itu sendiri (Lewis, 2002).


1. Gangguan Indra
          Gangguan indra mencakup gangguan atau kerusakan penglihatan dan pendengaran.


2. Gangguan Penglihatan
          Beberapa murid mengalami problem penglihatan (visual) yang masih belum diperbaiki. Jika ada murid yang memicingkan matanya dan sering mengeluh karena pandangannya kabur, maka suruh merka untuk memeriksakan matanya. Kebanyakan dari mereka akan diminta menggunakan kaca mata. Tetapi ada segelintir murid (sekitar 1 dari 1000 murid) menderita gangguan visual serius dan dikategorikan rusak penglihatannya. Ini termasuk murid yang menderita low vision dan menjadi buta.

Anak-anak yang menderita low visionpunya jarak pandang antara 20/70 dan 20/200 (pada skala Snellen dimana angka normalnya adalah 20/20) apabila  dibantu lensa korektif.


3. Gangguan Pendengaran
      Gangguan pendengaran dapat menyulitkan proses belajar anak. Anak-anak yang tuli sejak lahir atau menderita tuli sejak anak-anak biasanya lemah dalam kemampuan berbicara dan bahasanya.
Banyak anak yang memiliki masalah pendengaran mendapatkan pengajaran tambahan di luar kelas reguler. Pendekatan pendidikan untuk membantu anak yang punya masalah pendengaran terdiri dari dua kategori: pendekatan oral dan pendekatan manual. Pendekatan oral antara lain menggunakan metode membaca gerak bibir (speech reading) sedangkan pendekatan manual adalah dengan bahas isyarat dan mengeja jari (finger spelling).


4. Gangguan Fisik
         Gangguan fisik anak antara lain adalah gangguan ortopedik, seperti gangguan karena cedera otak (cerebral palsy), dan gangguan kejang-kejang (seizure). Banyak anak yang mengalami gangguan fisik ini membutuhkan pendidikan khusus dan pelayanan khusus, seperti transportasi, terapi fisik, pelayanan kesehatan sekolah, dan pelayanan psikologi khusus.


5. Gangguan Ortopedik
          Gangguan ortopedik biasanya berupa keterbatasan gerak atau kurang mampu mengontrol gerak karena ada masalah di otot, tulang, atau sendi. Tingkat keparahan gangguan ini bervariasi. Gangguan ortopedik ini bisa disebabkan oleh problemprenatal (dalam kandungan) atau perinatal(menjelang atau sesudah kelahiran), atau karena penyakit juga karena kecelakaan saat anak-anak.


6. Radiasi Mental
      Radiasi mental adalah kondisi sebelum usia 18 tahun yang ditandai dengan rendahnya kecerdasan (IQ dibawah 70) dan sulit beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari.
Penyebab, disebabkan oleh faktor genetik dan kerusakan otak.


7. Faktor genetik. 
       Bentuk yang paling umum dari retardasi mental adalah Down syndrome yang ditransmisikan (diwariskan) secara genetik. Anak dengan down syndrome ini punya kromosom lebih (kromosom ke-47). Wajah nya bulat, tengkorak yang datar, ada kelebihan kulit di atas alis, lidah panjang, kaki pendek, dan retardasi kemampuan motor dan mental.


Fragile X syndrome adalah tipe kedua yang paling lazim dari retardasi mental. Sindrom ini diwariskan secara geentik melalui kromosom X yang tidak normal, yang menyebabkan retardasi mental ringan sampai berat. Ciri-cirinya adalah wajah memanjang, rahang menonjol, telinga panjang, hidung pesek, dan koodinasi tubuh buruk.


Kerusakan Otak, dapat diakibatkan oleh bermacam-macam infeksi atau karena faktor lingkungan luar (Das, 2000). Infeksi pada ibu hamil, seperti rubella  (German measles), sipilis, herpes, dan AIDS, dapat menyebabkan retardasi diri pada diri anak. Meningitis dan enchepalitis adalah infeksi yang bisa muncul pada masa kanak-kanak. Infeksi ini bisa menyebabkan pembengkakan otak dan menyebabkan retardasi mental.


Fetal alcohol syndrome (FAS) adalah serangkaian ketidaknormalam, termasuk retardasi mental dan ketidaknormalan wajah, yang mucul dalam diri anak dari ibu yang kecanduan minuman beralkohol pada waktu hamil. FAS menimpa sekitar sepertiga dari anak dari wanita yang kecanduan alkohol.


Gangguan Bicara dan Bahasa

Gangguan bicara dan bahasa: sejumlah masalah problem bicara yaitu:

Gangguan Artikulasi: problem dalam melafalkan suara secara benar.Gangguan Suara: gangguan dalam menghasilkan ucapan, yakni ucapan yang keras, kencang, terlalu keras, terlalu tinggi atau terlalu rendah nadanya. Gangguan Kefasihan: gangguan yang biasanya disebut “gagap”Gangguan Bahasa: kerusakan signifikan dalam bahasa reseptif atau bahasa ekspresif anak.Bahasa Reseptif: Resepsi dan pemahaman bahasa.Bahasa Ekspresif: kemampuan menggunakan bahasa untuk mengekspresikan pemikiran dan berkomunikasi dengan orang lain.

Ketidakmampuan Belajar

Learning Diasbility adalah ketidakmampuan dimana anak:

1.      Punya inteligensi normal atau di atas rata-rata.

2.      Kesulitan setidaknya dalam satu atau lebih mata pelajaran.

3.      Tidak punya problem atau gangguan lain, seperti retardasi mental, yang menyebabkan kesulitan.

Dyslexia adalah kerusakan berat dalam kemampuan membaca dan mengeja.


Identifikasi

Identifikasi awal terhadap gangguan belajar biasanya dilakukan oleh guru di kelas. Apabila dicurigai ada anak yang mengalaminya, guru akan memanggil spesialis.


Strategi Intervensi

Banyak intervensi difokuskan pada upaya meningkatkan kemampuan membaca si anak.


Attention Deficit Hyperactivity Disorder adalah ketidakmampuan dimana anak secara konsisten menunjukkan satu atau lebih ciri-ciri berikut:

1.      Kurang perhatian

2.      Hiperaktif

3.      Impulsif


Gangguan Perilaku dan Emosional

Gangguan Perilaku dan Emosional adalah problem serius dan terus-menerus yang berkaitan dengan hubungan, agresi, depresi, ketakutan yang berkaitan dengan persoalan pribadi atau sekolah, dan juga berhubungan  dengan karakteristik sosio-emosional.


ISU PENDIDIKAN YANG BERKAITAN DENGAN  ANAK YANG MENDERITA KETIDAKMAMPUAN

1.      Aspek Hukum

·         Individual with Disabilities Education Act (IDEA)

·         Least Restrictive Environment (LRE)

2.      Penempatan dan Pelayanan

·         Penempatan. Penempatan anak dengan ketidakmampuan ini disusun dari tempat yang kurang restriktif sampai ke yang paling restriktif.

·         Pelayanan. Pelayanan untuk anak dapat disediakan oleh guru kelas regular, guru sumber daya, guru pendidikan khusus, konsultan kolaboratif, professional lain atau tim interaktif.

3.      Orang Tua sebagai Mitra Pendidikan

·         Teknologi. Ada dua tipe teknologi:

1.      Teknologi instruksional berupa berbagai tipe hardware dan software, dikombinasikann dengan metode pengajaran yang inovatif untuk mengakomodasikan kebutuhan belajar di kelas.

2.      Teknologi bantuan berupa beragam perangkat dan pelayanan untuk membantu murid penderita ketidakmampuan agar kita bisa berkomunikasi di lingkungan mereka.




08.17

Isu Manajemen di Kelas Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah

         Kelas SD dan SMP/SMA mengandung banyak isu manajemen yang mirip pada semua level pendidikan, manajer kelas yang baik mendesain lingkungan yang positif untuk pembelajaran, membangun dan menegakkan aturan, mengajak murid bekerja sama, mengatasi problem secara efektif, dan menggunakan strategi komunikasi yang baik.
         Akan tetapi, prinsip manajeman kelas yang baik terkadang diaplikasikan secara berbeda disekolah dasar dan menengah karena perbedaan strukturnya. Di banyak SD, guru harus menghadapi 20 sampai 25 murid selama seharian. Di SMP dan SMA, guru menghadapi lima tau enam kelompok terdiri dari 20 sampai 25 murid selama 50 menit satu hari. Dibandingkan dengan sekolah menengah, murid SD menghabiskan lebih banyak waktu dengan murid yang sama dikelas kecil, dan berinteraksi dengan orang yang selama seharian sehingga bisa menimbulkan kebosanan dan problem lain. Akan tetapi, dengan 100 sampai 150 murid, guru disekolah menengah atas menghabiskan lebih sedikit waktu dengan murid di kelas, akan lebih sulit bagi mereka untuk membangun hubungan personal dengan murid. Dan guru sekolah menengah harus bergerak cepat dan mengelola waktu dengan efektif karena periode kelasnya pendek.

       Dibandingkan di SD, problem sekolah menengah dapat lebih lama dan dalam karenanyalebih sulit untuk dimodifikasi. Juga, problem disiplin di sekolah menengah biasanya lebih berat, murid lebih mungkin membangkang pada aturan dan bahkan bertindak bebahaya. Karena kebanyakan murid sekolah menengah punya keterampilan penalaran yang lebih maju dibandingkan murid SD. Mereka munkin menginginkan penjelasan yang lebih logis dan masuk akal tentangauran dan disiplin yang diberlakukan. Dan juga disekolah menengah, sosialisasi perbedaan –perbedaan antara sekolah dasar dan menengah ini saat kita membahas cara mengelola kelas secara efektif. Seperti yang akan kita lihat nanti, baik di level sekolah dasar maupun menengah, kelas bisa jadi dapat, kompleks, dan kacau.


Kelas Padat, Kompleks, dan Berpotensi Kacau

            Dalam menganalisa lingkungan kelas, Walter Doyle (1986) mendeskripsikan enam karakteristik yang merefleksikan kompleksitas dan potensi problemnya :

-          Kelas adalah muitidimendional

-          Aktivitas terjadi secara simultan

-          Hal-hal terjadi ecara cepat

-          Kejadian sering kali tidak dapat diprediksi

-          Hanya ada sedikit privasi

-          Kelas punya sejarah

Mendesain Lingkungan Fisik Kelas

1. Prinsip penataan kelas

Kurangi kepadatan di tempat lalu lalang.Pastikan bahwa anda dapat dengan mudah melihat semua murid.Materi pengajaran dan perlengkapan murid harus mudah di akses.Pastikan murid dapat dengan mudah melihat semua presentasi kelas. 

2. Gaya penataan

a. Penataan kelas standar

Gaya auditorium, yaitu semua murid duduk menghadap guru. Penataan ini membatasi kontak murid tatap muka dan guru bebas bergerak ke mana saja. Gaya auditorium sering kali dipakai ketika guru mengajar atau seseorang memberi presentasi di kelas.Gaya tatap muka (face to face), yaitu murid saling mengahadap. Gangguan dari murid-murid akan lebih besar pada susunan ini ketimbang pada susunan auditorial.Gaya off-set, yaitu sejumlah murid (biasanya tiga atau empat anak) duduk di bangku  tetapi tidak duduk berhadapan langsung satu sama lain. Gangguan dalam gaya ini lebih sedikit ketimbang gaya tatap muka dan efektif untuk kegiatan pembelajaran kooperatif.Gaya seminar, yaitu sejumlah besar murid (10 atau lebih) duduk disusunan berbentuk lingkaran, atau persegi, atau bentuk U.Gaya klaster (cluster), yaitu sejumlah murid (biasanya 4 sampai 8 anak) bekerja dalam kelompok kecil. Susunan ini terutama efektif untuk aktivitas pembelajaran kolaboratif. 

b. Personalisasi kelas

      Menurut pakar kelas Carol Weinstein dan Andrew Mignano (1997), kelas sering kali mirip dengan kamar hotel, nyaman tetapi impersonal, tidak mengungkapkan apapun tentang orang yang menggunakan ruang itu. Untuk mempersonalisasikan kelas, pasang foto murid, karya seni, tugas, diagram tanggal lahir murid (untuk murid SD), dan ekspresi murid yang positif.
Menciptakan Lingkungan yang Positif untuk Pembelajaran

Strategi Umum

1.  Menggunakan gaya otoritatif

Strategi manajemen kelas otoritatif akan mendorong murid untuk menjadi pemikir yang independen dan pelaku yang independen tetapi strategi ini masih menggunakan sedikit monitoring murid. Guru yang otoritatif melibatkan murid dalam kerja sama give-and-take dan menunjukkan sikap perhatian kepada mereka. Guru yang otoritatif akan menjelaskan aturan dan regulasi, serta menentukan standar dengan masukan murid.

Gaya otoritatif bertentangan dengan strategi otoritarian dan permisif yang tidak efisien. Gaya manajemen kelas otoritarian adalah gaya yang restriktif dan punitif. Fokus utamanya adalah menjaga ketertiban di kelas, bukan pada pengajaran dan pembelajaran. Guru otoriter sangat mengekang dan mengontrol murid dan tidak banyak melakukan percakapan dengan mereka. Murid di kelas otoritarian ini cenderung pasif, mengekspresikan kekhawatiran tentang perbandingan sosial, dan memiliki ketrampilan komunikasi yang buruk.

Gaya manajemen kelas permisifmemberi banyak otonomi pada murid tapi tidak memberi banyak dukungan untuk pengembangan keahlian pembelajaran atau pengelolaan perilaku mereka. Output yang dihasilkan yaitu murid memiliki ketrampilan akademis yang tidak memadahi dan pengendalian diri yang rendah.


2. Mengelola Aktivitas Kelas Secara Efektif (Jacob Kounin, 1970)

a)  Menunjukkan seberapa jauh mereka “mengikuti”. Kounin menggunakan istilah “withitness” untuk mendeskripsikan strategi dimana murid senantiasa mengikuti apa yang terjadi. Guru seperti ini akan selalu memonitor murid secara reguler.

b) Atasi situasi tumpang tindih secara efektif. Contohnya ketika berjalan keliling ruangan dan memeriksa pekerjaan murid, matanya tetap mengawasi seluruh kelas.

c) Menjaga kelancaran dan kontinuitas pelajaran. Manajer yang efektif akan menjaga aliran pelajaran tetap lancar, mempertahankan minat murid, dan menjaga murid agar tidak mudah terganggu. Guru sebaiknya jangan meninggalkan aktivitas yang sedang berjalan dengan alasan yang tidak jelas.

d) Libatkan murid dalam aktivitas yang menantang. Aktivitas menantang yang dimaksud bukan aktivitas yang terlalu sulit. Murid sering bekerja secara independen ketimbang diawasi oleh guru.


Membuat, Mengajarkan, serta Mempertahankan Aturan dan Prosedur

1. Membedakan Aturan dan Prosedur

Peraturan maupun prosedur adalah pernyataan ekspektasi tentang perilaku (Evertson, Emma, & Worsham, 2003). Aturan fokus pada ekspektasi umum atau khusus atau standar perilaku. Contoh aturan umum yaitu “Hargai orang lain” sedangkan contoh aturan khusus yaitu “Dilarang mengunyah permen karet di kelas”.

Prosedur (routines) juga berisi ekspektasi tentang perilaku namun biasanya diterapkan untuk aktivitas spesifik dan digunakan untuk mencapai tujuan, bukan untuk melarang perilaku tertentu atau menciptakan standar umum. Contoh prosedur : untuk meninggalkan ruangan (ijin pergi ke kamar kecil), kembali ke ruangan (setelah jam makan siang), dan mengakhiri hari (setelah membersihkan meja).


2. Mengajarkan Aturan dan Prosedur

Cara terbaik untuk membuat murid belajar tentang peraturan dan prosedur adalah dengan melibatkannya (diskusi) dalam menentukan peraturan dan prosedur tersebut. Hal ini akan mendorong mereka untuk memikul tanggung jawab lebih atas perilaku mereka sendiri (Emmer, Evertson, & Worsham, 2003).


Membuat Murid Bekerja Sama

A.    Mengembangkan hubungan yang positif dengan murid

B.    Membuat murid berbagi dan memikul tanggung jawab

C.    Memberikan hadiah terhadap perilaku yang tepat

D     Memilih penguat yang efektif

E      Menggunakan Prompts (dorongan) dan Shaping (pembentukan) secara efektif


Minggu, 09 April 2017

05.00

Testimoni Perkuliah Psikologi Pendidikan USU 2016


Baiklah saya akan menyampaikan testimoni perkuliahan Psikologi Pendidikan di USU tahun ajaran 2016/2017. Menurut saya mata Kuliah Psikologi Pendidikan cukup menyenangkan dan menarik, karena di mata kuliah tersebut saya jadi bisa memahami peran psikologi di bidang pendidikan. Dosen yang mengajar mata kuliah tersebut pun sangat menyenangkan, dengan pemberian reward kepada mahasiswa yang aktif dan mampu menjawab pertanyaan dari dosen. Di mata kuliah tersebut juga kami diberi tugas untuk observasi ke sekolah-sekolah yang ada di Medan tentang menajemen kelas. Tugas yang berikan cukup menangtang walaupun terdapat kesulitan di sana sini. Tetapi kelompok kami mampu untuk melewatinya.
Cukup sekian testimoni dari saya, saya ucapkan terima kasih kepada setiap dosen yang mengajar mata kuliah Psikologi Pendidikan.
04.33

Hasil Observasi Kelompok ke SMP METHODIST 2


I. IDENTITAS SEKOLAH :

Nama Sekolah : SMP Methodist-2 Medan
Alamat              : Jl. M. H Thamrin no.96, Medan Sumatera Utara-Indonesia
Telepon            : (061) 4565281
Fax                    : (061) 4567246
Email                : info @methodist2mdn.sch.id
Visi Sekolah   :
Agar para siswa-siswi dapat meninggalkan pintu gerbang sekolah Methodist-2 Medan sebagai orang yang mencintai Tuhan, mematuhi aturan/hukum dan penuh keperdulian yang diimani dengan nilai-nilai moral Kristen yang kuat dan dipenuhi dengan kebanggaan dan kesetiaan terhadap sekolah.
Misi Sekolah  :
Sebagai sekolah Kristen, Methodist-2 Medan mengajarkan karakter yang kuat yang didasarkan pada ajaran-ajaran Tuhan Yesus Kristus yang melingkupi ukuran akal budi, rohani dan jasmani.
II. URAIAN AKTIVITAS OBSERVASI
            Hari                             : 31 Maret 2017
            Waktu                                     : 08.10-08.40 WIB
            Lama Observasi          : 30 menit
            Pembagian Tugas        : Seluruh anggota kelompok 10 yang terdiri dari tujuh orang mahasiswa dari fakultas psikologi bersama-sama melakukan pengamatan di kelas IX A SMP METHODIST 2 dengan tanya jawab kepada sebagian siswa di dalam kelas, mengamati lingkungan fisik kelas, mengamati proses belajar di luar kelas saat pelajaran olahraga, dan mengambil foto & video selama proses observasi.
Narasumber                 : Siswa/siswi SMP Methodist 2, Bapak O. Sembiring selaku guru mata pelajaran penjaskes dan ibu Risma selaku guru BP.                              
III. BEBERAPA HAL MENGENAI OBSERVASI YANG DILAKUKAN
Kelompok                              : 10 (Sepuluh)
Anggota                                  :
-          Ahmad Raihan Budiman (161301128)
-          Berliana Nadya (161301133)
-          Debora Saragih (161301097)
-          Dicki Rahmad Chan (161301112)
-          Hafiza Hanim (161301095)
-          Yuni Natasya (161301080)
-          Siti Syafiqah (161301083)
Suasana Observasi    : Suasana observasi cukup menyenangkan dan lancar, meskipun waktu yang diberikan oleh pihak sekolah untuk mengobservasi kegiatan belajar mengajar sanga sempit, tetapi data yang didapatkan cukup memuaskan. Para guru dan siswa juga sangat ramah dan koorporatif dengan para observer.
Hasil Observasi          : Pada saat kami melakukan observasi, ada 15 orang anak yang sedang keluar ruang kelas untuk ujian mata pelajaran penjaskes.


                        Siswa-siswi di kelas ini merupakan gabungan siswa-siswi yang berprestasi dari seluruh kelas VII. Hal-hal yang membuat kelas tidak kondusif adalah Kelas IX A yang kami observasi merupakan kelas yang tergolong padat sehingga berpotensi kacau atau tidak kondusif. Ruang kelas kami nilai terlalu kecil untuk dihuni sebanyak 56 orang siswa dan fasilitas AC yang kurang mumpuni membuat siswa masih merasa kepanasan dan kurang nyaman dalam belajar, padahal kelas merupakan tempat disetting untuk banyak aktivitas mulai dari aktivitas akademik sampai dengan aktivitas sosial (bermain, berkomunikasi dengan teman, berdebat,dll).
Gaya penataan kelas yang dipakai adalah gaya auditorum tradisional yaitu semua murid duduk menghadap guru, sehingga tidak membatasi kontak tatap muka antar murid dan guru bebas bergerak.








Kelas IX A memiliki ruang kelas yang lumayan kecil untuk jumlah siswa yang cukup banyak, meja yang menyatu serta kursi panjang untuk dua orang membuat para  siswa sedikit tidak leluasa, masing-masing meja memiliki laci untuk lokasi penyimpanan pensil dan beberapa buku. Kelas memiliki dua mesin pendingin (AC), intensitas cahaya yang cukup, papan tulis whiteboard, dan ketersediaan proyektor (namun sedang bermasalah). Perangkat kelas seperti ketua dan wakil kelas, sekretaris dan bendahara juga memiliki peran dalam kelangsungan proses belajar. Para murid juga mendapat kesempatan bertanya baik di kelas dan diluar kelas jika mengalami kesulitan dalam belajar. Para murid memiliki penilaian terhadap guru favorit yang ditinjau dari pemberian materi dan nilai yang baik.
Sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai, guru tidak mengabsen murid – murid yang hadir, melainkan sekertaris kelaslah yang mengabsen siswa. Pada saat kami melakukan observasi kelas dibagi menjadi dua kegiatan, yaitu 15 murid pergi melaksanakan kegiatan ujian di lapangan dan manajemen kelas dalam ruangan diambil alih oleh ibu risma. 


Sebagian besar murid menunjukkan antusiasmenya mendengarkan ibu risma berbicara untuk memotivasi murid agar tidak mengalami problem akademik dan emosional. Walapun ada dua orang murid ang kami lihat bermain gadget di kelas, kemudian diingatkan oleh gurunya. Guru dalam kelas kami nilai dapat menjaga kelancaran dan kontinuitas pelajaran.

Stategi umum yang kami lihat dalam manajemen kelas yang dilakukan oleh bu risma adalah gaya otoritatif. Sebagaimana yang dikatakan dalam teori, guru yang otoritatif melibatkan murid dalam kerjasama give and take dan menunjukkan perhatian kepada mereka. Guru yang otoritatif menjelaskan aturan dan regulasi, serta menentukan  standar dengan masukan dari murid.
Komuniksi yang dilakukan oleh guru kepada muridnya adalah komunikasi secara verbal dan bersikap asertif (tegas). Ceramah yang diberikan juga efektif. Murid- murid juga berperilaku hagat, aktif dan menyenangkan. Serta tidak malu – malu ntuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru.

Selain itu kami juga melihat kegiatan yang dilakukan di lapangan. Para murid menunjukkan antusiasme yang serupa dengan yang ada di dalam kelas.


IV. KESIMPULAN
            Kami menyimpulkan bahwa manajemen kelas yang dilakukan oleh guru sudah cukup baik sehingga murid menjadi sangat aktif dikelas, mandiri, menunjukkan penghargaan diri yang tinggi, dan hangat, meskipun fasilitas dalam kelas kurang memadai.

About